Jumat, Oktober 30, 2009

ZAMAN KEBODOHAN

Ilmu dan teknologi setiap saat mengalami perubahan yang tentunya dikatakan semakin canggih dan super moderen, yang siap akan memanjakan gerak gerik manusia dalam menguasai dunia dan memenuhi egonya. Dunia terasa semakin sempit dan kecil karena dengan mudahnya dapat dilihat lewat media bahkan dikunjungi langsung dalam hitungan menit atau jam. Sungguh zaman kemajuan yang luar biasa dari ukuran persepsi manusia yang menyebut dirinya dengan manusia moderen.

Di abad super canggih ini manusia telah banyak berkreasi guna mengungkap rahasia alam semesta. Banyak sudah teori dan hukum sebab akibat yang telah diketahui dan diungkapnya. Berbagai penemuan dan penciptaan teknologi seakan tak pernah henti sebagai ekspresi salah satu sifat dasar manusia yang selalu ingin tahu.

Dari sudut pandang yang rasional mestinya kita akan semakin baik demikian pula alam semesta tempat kita hidup. Namun apa yang kita saksikan dari menit ke menit, jam ke jam dan hari ke hari, mungkin kita sepakat hidup di zaman ini terasa tidak nyaman, was-was dan selalu gelisah akan terjadinya kemurkaan alam yang sering terjadi akhir-akhir ini maupun masa depan yang terasa diliputi awan gelap baik untuk kita saat ini maupun generasi mendatang.

Memang banyak faktor yang mempengaruhi dan mungkin sudah menjadi kehendak Hyang Khaliq. Bila dipandang dari sudut rasional mestinya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghasilkan sesuatu yang berbanding lurus, namun kenyataannya kondisi alam dan kehidupan sepertinya berbanding terbalik. Ilmu dan teknologi semakin canggih namun alam dan segala isinya semakin rusak. Tidak perlu disebutkan disini tentang kerusakan tersebut, mari kita tengok ke dalam diri kemudian pandanglah ke luar dan tatap apa yang terjadi di sekitar kita. Mungkin kita menyikapinya berbeda-beda tergantung sedalam apa kita mampu melihatnya ke dalam.

Mungkin benar sebagian pendapat orang yang mengatakan, dunia ini memang merupakan rumah sakit gila terbesar. Dalam artian positip sebagian gila terhadap swadharmanya, namun sebaliknya sebagian besar gila akan kesenangan duniawi. Namun yang terakhir ini tentu berpotensi besar akan menjadi gila benaran. Semuanya itu tentu ada faktor penggeraknya yaitu keinginan yang melahirkan nafsu. Dan itu wajar adanya sebagai makhluk ciptaan Tuhan/Hyang Widhi yang paling tinggi derajatnya dan dengan egonya akan berusaha menaklukan sesuatu yang berproses mengikuti irama perputaran alam semesta. Kita selalu berebut kesempatan, ibarat pisang goreng yang baru disuguhkan, dengan cekatan tangan-tangan kita mengambilnya karena takut nggak kebagian dan bila perlu melahapnya cepat-cepat biar dapat mengambilnya lagi.

Itulah gambaran sebagian besar kita saat ini yang mementingkan prinsip-prinsip hukum dagang dan menyusutnya rasa berbagi dalam segala hal. Pada hal kita juga sadar yang namanya jadi manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa bantuan yang lainnya. Memang demikianlah adanya setiap peluang akan selalu menjadi rebutan dan setiap kesempatan juga selalu dikurasnya.

Memang sekali lagi hal tersebut wajar namun sesudahnya sulit untuk berbagi. Malangnya lagi hal ini telah merambah segi-segi kehidupan yang lainnya sampai-sampai kebebasan yang paling hakikipun sulit untuk didapat. Lihat saja hampir sebagian besar telah menggunakan hukum rimba, dengan berlindung dibalik kebenaran. Pada hal kebenaran yang dipahaminya hanyalah sebuah persepsi sebagian pihak yang belum tentu diterima pihak lainnya. Sehingga yang lemah terpinggirkan dan semakin terhimpit, tertekan dalam segala hal dibawah kekuasaan tirani mayoritas. Ironis memang di zaman yang serba moderen ini kebebasan hakikipun justru menjadi barang langka.

Dengan kemampuan meta phisik ilmiah manusia moderen telah menciptakan banyak aturan maupun hukum untuk mengatur komunitasnya, namun sayang sebagian besar hanya memihak kelompok yang menguntungkan saja. Apalagi dalam pelaksanaannya penuh dengan intrik kemunafikan sehingga lama kelamaan menimbum kerak yang justru menjadi racun bagi semuanya. Akhirnya berakibat fatal karena bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum alam yang bersandar kepada keseimbangan.

Manusia yang katanya paling beradab di muka bumi ini tentu tidak akan tinggal diam sampai di sini. Sekali lagi namanya manusia akan terus berusaha mencari kebebasan dengan caranya sendiri sampai ajal dijemput. Walaupun kebebasan yang dicari dan didapatnya menurut pemahaman masing-masing. Bila kita saksikan dan rasakan apa adanya ternyata impian yang diidamkan hanyalah ilusi.

Banyak orang yang kaya harta duniawi bathinnya sengsara oleh kerterikatan hartanya, apalagi orang miskin harta menjadi sengsara lahir bathin karena terpinggirkan dan kepapaannya. Terus kebebasan model bagaimana yang kita cari? Tergantung pribadi masing-masing dalam memahami kebebasan yang didambakannya. Namun sayang konsep kebebasan yang diharapkan sebagian besar diwujudkan pada zaman ini hanya terfokus pada kesenangan duniawi yang justru melahirkan ketakutan, was-was dan ketertekanan serta keterikatan yang amat kuat. Pertanyaannya apakah kita semakin canggih atau semakin bodoh?

Banyak konsep kebebasan yang dipahami diantara kita yang akhirnya melahirkan persepsi yang banyak pula. Memang banyak kebebasan menurut tujuannya, namun sayang dan sekali lagi sangat disayangkan kebebasan yang digapainya sebagian besar bertumpu kepada hal-hal yang sifatnya duniawi dulu baru berniat mencari kebebasan hakiki. Celakanya apabila tujuan duniawinya tidak kesampaian atau ajalnya duluan dijemput maka sirnalah tujuan akhirnya. Jadi sebagian besar waktu kita untuk berebut bila perlu bertengkar serta saling sikut hanya untuk mengejar ilusi dan kita lupa bahwa alam semesta selalu berproses dalam keseimbangannya, seperti memuainya suatu benda yang hanya berubah bentuk namun massanya selalu tetap. Kalau demikian halnya buat apa kita mesti berebut ?

Tragis memang melaksanakan suatu pekerjaan yang sia-sia. Mungkin saatnya kita menoleh kepada makhluk yang lebih rendah dari kita, seperti contoh binatang. Lihatlah kesehariannya bila mereka sudah cukup makan dia tidak akan membuat kegaduhan, malah rukun sambil bercengkrama. Namun beda dengan kita yang mengaku makhluk yang mempunyai derajat paling tinggi, justru sudah kenyang tujuh turunan malah menjadi-jadi dan ingin menguasai semuanya. Sekali lagi memang ironis dan tragis di era kesejagatan yang super moderen ini. Mari kita simak wejangan dibawah ini :

Lihatlah bayi manusia ketika lahir ke dunia
Apalagi berjalan, merangkakpun tak mampu
Begitu pula ketika makan dan minum
Selalu menunggu tangan lain yang menolongnya
Tidak seperti anak sapi atau anak harimau, baru lahir sudah bisa berlari,
dan mencari susu induknya untuk minum
Itulah kodrat
Bahwa manusia bukan sejenis makhluk individual,
yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan yang lain
Sebagaimana kehidupan binatang
Manusia tidak dapat hidup bahkan berkembang,
tanpa adanya bantuan tangan-tangan lain
Manusia adalah makhluk sosial, yang hidup dan pertumbuhannya senantiasa dilalui lewat bersosialisasi
Bersosialisasi cara hidup saling tolong-menolong adalah tradisi
Saling mengingatkan adalah budayanya
Saling menyayangi adalah agamanya
Welldo Wnophringgo
Bahasa sederhana dari wejangan seorang bijaksana tersebut mestinya telah membuka mata hati kita untuk saling menolong dan mengasihi, namun kini hakekat itu telah jauh kita tinggalkan mungkin sudah dianggap usang dan kuno. Kita sering mendengar ceramah, dharma wacana, baca buku baik tentang duniawi maupun sorgawi, namun ibarat angin semilir yang menghibur hati lara sesaat kemudian lewat begitu saja tanpa bekas digilas tuntutan hidup yang penuh dengan illusi.

Kita sibuk berebut illusi ibarat makanan enak di mulut namun perut yang menanggung derita dan sekali lagi derita yang didahului derita phisik kemudian phsihik atau sebaliknya. Kita sibuk bicara konsep yang melahirkan persepsi sendiri-sendiri yang selalu terbalut dengan kepentingan dan kemunafikan. Sulit memang mencari kejujuran dan kebenaran saat ini karena telah terkontaminasi oleh banyak kepentingan dan kesepakatan. Kita sadar bahwa kejujuran dan kebenaran hakiki bukanlah kesepakatan, meskipun kita tahu bahwa kejujuran dan kebenaran adalah landasan dalam mewujudkan kebebasan. Kejujuran dan kebenaran hanyalah sebuah pernyataan untuk mengungkapkan kenyataan apa adanya. Oleh karena demikian marilah kita cari kenyataan itu di relung hati kita masing-masing.

ayo baca artikel selamjutnya klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar