Jumat, Oktober 30, 2009

PENDEKATAN TANDAVA NRTYA YANG SUPRA SUBYEKTIF META ILMIAH

Oleh :
Welldo Wnophringgo

Sekali lagi dan lagi,
bahwa saya, Welldo Wnophringgo
sama sekali tidak mengajarkan sebuah agama apapun,
meskipun kadang-kadang saya menggunakan kata-kata atau istilah-istilah popular dari suatu agama.

Memang sengaja saya mengambil istilah-istilah agama karena saya melihat ada pengertian lebih mendalam dan tepat dari pada pengertian-pengertian yang sedang berkembang di dalam masyarakat. Sehingga disini perlu diperhatikan ada perbedaan pengertian secara terminologis istilah-istilah yang saya pakai dengan pengertian-pengertian lain. Jadi jangan mencoba membuat perbandingan dengan terminologi lainnya, jika tidak akan menjadi bingung karenanya.

Jika saya mengambil kata-kata dari ajaran Nasrani, Buddha, Hindu, ataupun dari ajaran Islam bukan berarti ingin membuat perbandingan, namun ingin memberikan gambaran dan menarik perhatian anda pada suatu kenyataan bahwa pada hakikatnya Kebenaran dapat muncul di berbagai macam dan bentuk ajaran dengan cara yang berbeda.

Jika saya mengutif kata-kata dari agama-agama kuno atau ajaran-ajaran lainnya bermaksud dapat memberikan makna yang lebih dalam, dengan demikian dapat memperbaiki arus perubahan, terutama untuk mereka yang menganut agama-agama dan ajaran-ajaran yang ada.

Saya katakan kepada anda sekalian, tidaklah perlu mencari ke tempat yang lainnya untuk memperoleh Kebenaran, akan saya tunjukan kepada anda bagaimana memasuki yang lebih dalam lagi, ke dalam suatu ajaran yang sudah anda miliki.

Wejangan Suci Tandava Nrtya dengan teknik dan methodologi lakunya dapat dipandang sebagai sebuah uraian dengan cara yang lain, cara yang baru, cara yang lebih seksama dan istimewa di zaman ini tentang spiritual yang niskala, hakikat ajaran semua agama yang tidak muncul dari sumber external di luar namun dari satu sumber internal yang terang dan benar yaitu yang sudah ada di dalam dirimu sendiri (inner source). Jadi tidak berisi uraian-uraian yang spekulatif sebagaimana teori-teori ilmiah dan filsafat.

Jadi pendekatan ilmiah saintifik disebut cara yang obyektif rasional, maka pendekatan yang saya ambil dapat disebut pendekatan Supra Subyektif Meta Ilmiah yang berbeda sama sekali dengan cara-cara para penganut subyektifis maupun obyektifis karena keduanya sama-sama menggunakan standard dan paradigma rasional untuk melihat Kenyataan yang diletakan sangat jauh hanya sebagai obyek saja, sehingga hanya menghasilkan dugaan-dugaan saja, baik secara ilmiah ataupun tidak.
Berbeda dengan Tandava Nrtya yang menggunakan cara yang Supra Subyektif Meta Ilmiah, menempatkan Kenyataan sebagai suatu yang tidak terpisah dari subyek, karena Kenyataan subyeklah yeng menentukan kenyataan lainnya. Kemudian yang Supra Subyektif ini akan terungkap dengan terang dan jelas karena subyek sebagai kenyataan yang tak dapat disangkal adanya dan merupakan dasar bagi lainnya. Keberadaan subyek sebagai Kenyataan sudah terang dengan sendirinya sehingga tak perlu pembuktian lagi dan sungguh-sungguh Meta-Ilmiah yang irasional.


PENDEKATAN SUPRA SUBYEKTIF META ILMIAH YANG SYSTEMATIK, LOGIS DAN UNIVERSAL
Methodologi dan laku yang saya tawarkan sungguh-sungguh merupakan pendekatan supra-subyektif-meta ilmiah.
Kata-kata supra-subyektif-metailmiah saya pinjam secara terpaksa dari khasanah bahasa kata-kaum obyektifis karena tidak ada jalan lain lagi.
Hanya lewat pikiran dan bahasa kata kita dapat berkomunikasi, lewat suara dan lambang-lambang kita dapat berdialog. Sudah tentu bahasa dan lambang-lambang yang sudah disepakati bersama.

Perlu digarisbawahi bahwa Kebenaran bukanlah hasil kesepakatan, namun Kebenaranlah yang menjadi isi dan tujuan yang dibawa oleh bahasa dan lambang-lambang itu.
Kenyataan yang menyentuh setiap diri terjadi di dalam dialog tanpa kata-kata. Inilah bahasa diri yang padat dan dalam yang terang dan menerangkan, sangat supra-subyektif metailmiah. Berbeda dengan subyektifikasi yang subyektif yang mencoba berdialog dengan diri subyek lewat sebuah pemikiran. Juga berbeda dengan methodology kaum-obyektifis-ilmiah yang senantiasa berdialog lewat pemikiran yang sistematik ilmiah dan logis terhadap kenyataan yang diletakan sebagai obyek yang terpisah dari subyek pengamatnya.

Maka Tandava Nrtya di dalam methodologinya mencoba mengungkap Kenyataan faktis yang menyentuh subyek dengan terang benderang yang tak perlu pembuktian dan pembenaran apapun bagi dirinya, namun ketika kita hendak mengungkapkannya kepada subyek lain, mau tidak mau kita harus masuk ke dalam sebuah percakapan kata-kata yang harus melewati jalan raya pemikiran namun dengan menggunakan perangkat lunak kaum-obyektifis ilmiah yang sistematik, logis dan obyektif imparsial sebagai parameternya. Oleh karena itu methodologi ini saya sebut pendekatan Supra-Subyektif-Metailmiah.

Bahasa kata-kata adalah satu-satunya jalan yang dapat kita lalui untuk berdialog dengan diri yang lain untuk mengangkat Kenyataan Diri Subyek, sekalipun kita menyadari bahwasannya kesalah-artian dan kesalah-pahaman bisa terjadi dikarenakan keterbatasan bahasa kata-kata yang juga memiliki nilai ganda yang saling bertentangan yang satu dengan yang lainnya, yaitu dualitas.

PIKIRAN HENInG ADALAH BERSIH DARI KONSEP APAPUN
Jadi Tandava Nrtya sama sekali bukanlah sebuah System Kepercayaan, Keyakinan atau sebuah System Agama yang hanya mengandalkan dogma-dogma ataupun sama-sama sekali bukanlah sebuah Sytem Ilmu Pengetahuan atau Filsafat yang hanya mengandalkan paradigma-paradigma dan prasangka-prasangka yang spekulatif.
Tandava Nrtya bukanlah Ilmu Agama ataupun Filsafat Ketuhanan. Tandava Nrtya bukanlah sebuah Pemikiran atau Obyeknya.
Sekalipun pada akhirnya dapat menjadi bahan kajian ilmiah dan ilmu filsafat, dan bahkan bisa jadi mereka akan menyetarakan System Pencerahan ini. Sekedar sebagai hasil sebuah proses pemikiran belaka itulah kebiasaan kaum obyektifis dan kaum rasional, semuanya di luar kepentingan dan kebutuhan Tandava Nrtya, yang mengutamakan pengalaman praktis Kenyataan dari pada pernyataan dan gagasan-gagasannya.

Tandava Nrtya hanya menawarkan jalan yang nyata dan akurat tak tersangkalkan dan tak terhindarkan agar dapat mengalami Kenyataan sebagaimana Kenyataan itu sendiri tanpa diganggu atau dicemari oleh sebuah konsepsi atau persepsi apapun, apakah itu konsepsi ilmiah atau filsafat maupun konsepsi agama.
Bagaimana seharusnya menyaksikan Kenyataan dengan kejernihan pikiran, pikiran yang hening, tidak bergerak sedikitpun, maka kamu akan mengalami dan merasakan Kenyataan sebagai suatu Keindahan yang tanpa cacat sedikitpun.



PIKIRAN HANYA MENGHASILKAN DUALISME
Dalam Keheningan,
anda tidak akan melihat sedikitpun hal-hal yang buruk dan negatif,
yang ADA hanyalah Kedamaian, Keindahan, Keharmonisan, Kebahagiaan .
Kenyataan tunggal yang tak terungkap dengan kata-kata belaka,
namun anda dapat menikmatinya dan merasakannya.
Jika kamu sedikit saja menggerakan pikiranmu untuk memahami Kenyataan,
maka yang kamu dapatkan hanyalah sebuah pengertian saja,
yang tidak ada di dalam Kenyataan,
karena pengertian atau konsepsi bukanlah kenyataan dan tidak kekal,
pengertian sebagaimana sumbernya adalah mudah berubah dan sementara,
maka janganlah terikat dan fanatik pada suatu yang tidak kekal dan mudah berubah.

Jika kamu menyaksikan Kenyataan,
dan kamu gunakan pikiranmu menangkapnya,
maka tidak ada yang dapat kamu tangkap kecuali sebuah nilai,
baik atau buruk, salah atau benar, tinggi atau rendah,
jauh atau dekat, lurus atau sesat,
keduanya senilai karena eksistensi keduanya tidak ada,

inilah yang disebut dualisme atau Dun-ya di dalam ajaran Islam/atau dwaita,
atau Maya di dalam ajaran Hindu dan Buddha,
serba dua yang saling bertentangan.

Dun-ya hanyalah sebuah prasangka,
bahkan Tuhan-pun hanya praduga hasil ciptaan dari pikiranmu sendiri,
maya adalah sebuah penilaian baik atau buruk hanyalah sebuah pendapat,
tinggi atau rendah hanyalah sebuah konsepsi,
jauh atau dekat hanyalah sebuah perbandingan saja,
yang adanya selalu tergantung pada yang lainnya,
tidak dapat disebut baik kalau tidak ada yang buruk,
keduanya sama-sama tidak nyata adanya,
hanya ada di dalam pikiranmu saja.
Mengapa harus merisaukannya?
Mengapa harus membuang-buang waktu mempermasalah-kannya?

Bebaskanlah dirimu
dari segala macam prasangka
baik tentang Dirimu sendiri
atau tentang kenyataan alam semesta atau tentang Tuhan-mu
Tidak sadarkah kamu?
bahwa dirimu yang kamu yakini adanya
hanyalah sebuah konsepsi dan pandanganmu saja, itulah ego
sehingga membuatmu congkak atau bahkan sebaliknya ?
Bebaskan dirimu dari nilai dualisme !
yang tidak nyata dan tidak kekal, jauhi dan hancurkan
perangkap dari pikiranmu sendiri

Tidak sadarkah kamu ?
bahwa dunia yang kamu saksikan
bukanlah kenyataan yang sebenarnya
lihat saja diantara kamu
selalu berbeda pendapat dan pandangan tentang apa saja.

Mengapa terjadi demikian itu?
karena kamu tidak hidup dan hadir di dalam Kenyataan ini
kamu tidak sadar dan tidak tahu
bahwa kamu hidup di dalam mimpimu, di dalam keinginanmu
apa yang ada di dunia adalah bentuk dari keinginan dan pikiranmu
karena kamu yang telah menciptakannya untuk kamu hancurkan kembali.
Bangunlah dari tidurmu, bangkitlah dari mimpimu
keluarlah dari pikiranmu
jauhilah keinginanmu
berjalanlah pada kenyataan ini
sekarang ini, dan hanya disini
sekarang dan disini adalah niskala
inilah Kenyataan, tanpa ruang- tanpa waktu.

Tidak sadarkah kamu ?
bahwa Tuhan yang kamu sembah,
masih ada di dalam pikiranmu yang adanya sebagai prasangkamu
karena Tuhan yang kamu yakini hanya kamu saja yang percaya
dan kamu hanya percaya pada Tuhan yang ada di dalam pikiranmu
itulah sebabnya kamu menolak Tuhan
yang datang dari pikiran lain, apalagi dari ajaran lain.

Tidak sadarkah kamu ?
bahwa kamu sesungguhnya belum tunduk pada Tuhan yang Nyata
karena kamu hanya tunduk pada Tuhan yang ada di dalam otakmu,
yang sesuai dengan konsepsi pikiranmu
kamu tidak menyembah Tuhan yang sebenarnya
karena hanya tunduk pada pikiranmu saja,
hanya percaya pada pikiranmu,
jadi pikiranmu itulah tuhan,
yang kamu sembah dan kamu patuhi.
Bangkitlah dan bebaskan dirimu,
dari berhala yang kamu ciptakan sendiri.
Patuhilah Tuhan yang Nyata, yang dipuji sanjung oleh semua umat.

Tuhan yang hanya dipuji sanjung oleh satu umat saja,
dan tidak oleh umat yang lainnya bukanlah Tuhan yang sebenarnya
itu hanyalah sebuah konsepsi
adanya hanya di dalam pikiran umat tertentu.
Bebaskan diri dari tuhan-tuhan yang terbatas,
yang kamu ciptakan dari pikiranmu sendiri,
karena sesungguhnya Tuhan yang ADA,
hanya Satu dan Satu Satunya yang dipuji sanjung semua umat manusia.

Sesungguhnya rahasia dirimu, Jati Diri dan Tuhan……….,
kuncinya ada di dalam pikiranmu.
Karena pikiranmu adalah anugrah,
yang diberikan Tuhan kepadamu sebagai tongkat dan petunjuk,
untuk mengarungi perjalanan di Semesta Raya ini,
yang sekaligus yang membedakan kamu dengan binatang.
Kerbau bertanduk
Gajah berbelalai
Manusia berakal

Akal pikiranmu adalah kesaktianmu,
dia dapat menjadi penuntun bagimu,
jika kamu tahu bagaimana manfaat dan menggunakannya.
Sebaliknya jika kamu tidak tahu manfaat yang sebenarnya dan cara menggunakannya,
maka kamu akan terperangkap dan termakan olehnya.

Kamu sudah dan sedang mengalaminya,
bagaimana pikiranmu yang telah dan sedang mempermainkanmu.
Tidakkah kau sadari,
bersumber dari manakah
seluruh keluh kesah dan kegelisahanmu?
Tidakkah kamu tahu,
berakar dari sumber manakah seluruh kecongkakan dan keangkuhanmu?
Kamu hanyalah sebuah permainan,
seperti bola yang terkadang dilempar ke atas dan terkadang ditendang ke bawah.
ego, pikiran dan keinginanmu itulah yang telah memperbudak dan mempermainkanmu.
Kamu tidak dapat berbuat apa-apa sebelum pikiranmu memutuskannya.
Kamu tidak sadar bahwa kamu telah menjadi budaknya.
Kamu hanya mengikuti apa yang sudah direncanakan olehnya,
dan menjadi kecewa dan menyalahkan diri jika gagal mencapai keinginannya.

SELAMATKAN DIRIMU DARI KEPICIKAN PIKIRANMU SENDIRI

Agama diturunkan ke dunia guna memperbaiki ahlak dan bhudi-pekertimu wahai manusia
Apa yang harus kamu perjuangkan,
adalah bagaimana agar ahlakul karimah dapat mendasar dan tegak di dalam dirimu, di dalam Hatimu dan mendasari Perbuatanmu.
Agama bukanlah sesuatu yang harus diperjuangkan dan dibela
Agama yang berisi kebenaran tak butuh perjuangan dan pembelaan,
karena tak seorangpun dapat melenyapkan kebenaran. yang ditunjuk agama
Karena yang ada hanya Kebenaran tidak ada yang lain.

Yang ada hanyalah Kebenaran,
dan yang bathil ini tidak ada dalam Kenyataan ini.
Mungkin saja hanya ada dalam pikiranmu semata,
maka perjuangkan dan belalah dirimu dari pikiranmu yang bathil dan sesat,
dan siapa yang lebih mengetahui kebathilan,
kecuali dirimu sendiri dan semua kesesatan bersumber dari pikiranmu.
Maka kebathilanmu sendirilah yang harus kamu kikis dan kamu lenyapkan.

“Ku anfusakum Wa’ahlikum naro “
Bagaimana mungkin kamu mengetahui kebathilan pikiran orang lain,
sedang kebathilan pikiranmu sendiri saja tidak tahu.
Lalu dengan apa kamu menuduh orang lain sesat,
dan sekali-sekali kamu tidak menuduh orang lain sesat ,
hanya karena kamu merasa benar sendiri.
Itulah kesombongan, itulah kebathilan, itulah kesesatan.
Apalagi jika kamu membuat kerusakan dan menindas yang lain,
karena merasa benar sendiri.
Pikiran punya dunia dan jalannya sendiri,
mulut punya kebiasaan dan tatakramanya sendiri.
Hati punya kedalaman dan caranya sendiri,
Perbuatan punya kebiasaan dan tujuannya sendiri,
pikiran dan hatimu boleh jadi benar menurutmu,
namun apa artinya jika mulutmu dan prilakukmu,
tidak berahlak dan tidak berbudi?
Menyakiti dan menindas orang lain,
yang sepaham dan segolongan denganmu?
Apakah kamu sudah benar-benar tahu akan Kebenaran Murni,
ataukah kamu hanya tahu dan percaya,
bahwa yang benar hanya yang ada dalam pikiranmu saja?

Taat dan fanatic itu berbeda jauh,
Seperti cahaya dan kegelapan,
Keduanya tak dapat disatukan




Taat :
adalah fanatik kepada Kebenaran Murni yang Universal dan Kekal,
Sedangkan fanatik :
adalah taat dan kepatuhan kepada pikiranmu semata yang sangat subyektif dan sepihak.

Agama yang membawa Kebenaran diturunkan ke duniamu,
guna memperbaiki iman dan keyakinan,
di dalam hubungan vertikalmu dengan Tuhan Semesta Alam.
Juga memperbaiki akhlak dan tingkah lakumu secara horizontal didalam hubunganmu dengan sesama.
Camkan itu wahai manusia,
Jangan kamu merasa lebih dari lainnya!

KENYATAAN, PEMIKIRAN DAN KEBENARAN

Agama diturunkan ke duniamu, sebagai Kebenaran,
untuk membawa kabar tentang Kebenaran,
untuk membedakan yang sungguh berbeda,
yang Benar dari kesesatan yang menyesatkan,
yang Nyata dari pernyataan yang dualistik dan taknyata. Maka perhatikanlah sungguh-sungguh,
Kenyataan dan bukan pernyataannya.

Kenyataan akan tetap sebagai Kenyataan,
pernyataan akan tetap hanya pernyataan,
pernyataan bukanlah kenyataan
Sekalipun datangnya dari dan karena Kenyataan,
karena pernyataan hanyalah sekedar sederetan kata-kata belaka,
pernyataan hanyalah sebuah informasi atau ungkapan kata-kata,
pernyataan hanyalah suatu pendapat, suatu pemikiran,
pernyataan hanyalah suatu penilaian, yang eksistensinya tidak ada,
tidak eksis di dalam Kenyataan Tunggal ini.

Agama bagi seseorang memang benar-benar Nyata, karena ia mengalaminya.
Sedangkan bagi yang lainnya,
agama hanya sebuah pernyataan kalau baru mengetahui dan mendengarnya,
Ada perbedaan kwalitas antara mendengar atau mengetahui Kebenaran.
Melihat atau menyaksikan Kebenaran dengan Mengalami Kebenaran.
Untuk yang hanya mendengar atau yang hanya melihat Kebenaran, masih dibutuhkan pembuktian dan pembenaran.
Sedangkan untuk yang mengalaminya, tidak lagi membutuhkan pembuktian dan pembenaran.
Karena Kenyataan itu sendiri yang telah membuktikan kebenaran dirinya.
Kebenaran itu begitu Nyata bagi subyek yang mengalaminya.

Sebagaimana orang yang sakit.
Sakit yang dideritanya sangat Nyata dirasakannya begitu dalam dan menyentuh,
sehingga baginya tidaklah memerlukan pembuktian lagi apakah ia sakit atau tidak.
Namun bagi seorang dokter,yang hanya mendengarkan keluhannya,
maka apapun yang ia dengar dari pasiennya hanyalah sebuah pernyataan belaka,
sekalipun pernyataan itu dari pengalamannya yang Nyata.

Jika kemudian dokter melakukan penyelidikan dengan alat-alat, hanyalah sekedar membantu untuk melakukan pembenaran dan bukan pembuktian
Karena untuk membuktikan, ia harus mempunyai pengalaman serupa dan sama, jika di suatu hari sang dokter mengalami sakit yang serupa, maka ia telah membuktikannya, bahwa apa yang dulu dikeluhkan oleh pasiennya persis seperti apa yang ia alami saat itu.

Bagi dokter, sakit yang ia alami adalah Kebenaran yang tidak perlu lagi pembenaran atau pembuktian, merasakan sakit itu sendiri sudah merupakan bukti tak terkatakan, adalah Kenyataan yang tak terelakan, dan pada saat yang sama dokter itu menyatakan pembenaran,
bahwa apa yang dikatakan oleh pasiennya dahulu tentang sakit yang dialaminya sungguh-sungguh sebuah Kebenaran. Pernyataannya sesuai dengan Kenyataan.
.
Jadi perhatikanlah !
Ada perbedaan kwalitas antara Kenyataan dengan Kebenaran
Ini namanya perbedaan eksistensial. Kenyataan itu sungguh eksis, sedangkan Kebenaran tidak eksis, karena Kebenaran hanyalah hasil sebuah Pembenaran. Namun Kebenaran akan menjadi eksis bagi orang yang juga mengalami pengalaman yang serupa, maka persamaan antara Kebenaran dan Kenyataan adalah persamaan esensial. Oleh karena itu kamu harus sungguh-sungguh dapat membedakan yang sungguh-sungguh berbeda, baik secara eksistensi maupun secara esensi. Begitu pula kamu harus dapat mengambil persamaan analogis, tentang suatu Kebenaran baik secara eksistensi atau esensi.

Kebenaran hanyalah sebuah stempel
Kebenaran hanyalah sebuah penghubung, tali pengikat,
yang menyatakan benar atau tidak suatu pernyataan.
Jika suatu pernyataan sama sekali tidak terkait dengan Kenyataannya,
maka disebut terbukti tidak benar.
Jadi Kebenaran adalah persesuaian antara Pernyataan dengan Kenyataan.

Kenyataan adalah masalah Hati
Kebenaran adalah persoalan logika
Pernyataan adalah masalah pemikiran
Pikiran adalah cara kita berdialog
Pikiran adalah jalan raya, dimana kamu dapat berhubungan
Logika adalah hukum dan peraturannya
Hatilah yang paling menyaksikan da merasakannya
Hatilah yang membuktikannya
Logika hanya membenarkannya
Pikiran hanya menyatakannya
Mulut hanya mengatakannya.



Perhatikanlah
Kasus antara dokter dan pasien.
Bagi pasien, sakit yang dialaminya adalah Kebenaran yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Bagi pasien, sakit yang dideritanya adalah Kebenaran yang tak perlu lagi pembenaran dan pembuktian.
Inilah Kebenaran, lain halnya bagi seorang dokter, keluhan yang didengar dari seorang pasien hanyalah sebuah pernyataan dan bukan Kenyataan bagi dirinya, sehingga dokter harus melakukan pembenaran, dan pembuktian lebih dahulu sebelum memberikan penyembuhan.

Kemudian dokter menggunakan sejumlah alat-alat kedokteran, untuk melakukan pengecekan, namun alat-alat itu hanya mampu memberikan suatu pembenaran, untuk seorang dokter yang menyatakan bahwa pasien itu benar-benar sakit, namun bukanlah sebuah pembuktian, karena alat-alat itu tidak dapat memberikan pengalaman yang akurat sama, seperti apa yang diderita oleh pasien untuk dokter.

Maka Kebenaran itu masih saja sebuah Misteri
yang Kebenarannya hanya bisa diterima sebagai sebuah keyakinan ilmiah, diagnosa,
Namun hasilnya akan sangat berbeda bagi dokter, jika suatu saat dia menderita penyakit yang serupa sebagaimana yang dialami pasiennya .

Dia dapat dengan terang benderang membuktikan Kebenaran keluhan pernyataannya sang pasien, karena pada saat yang sama dokter telah menjadi pasien bagi dirinya sendiri, dan sekaligus menjadi dokter bagi dirinya sendiri.
Dokter dan pasiennya adalah satu kenyataan, ketika sakit, seorang dokter adalah pasien,sebaliknya ketika ia melakukan penyembuhan diri, sekalipun pasien adalah seorang dokter, maka dari sini diketahuilah bahwa seorang ahli seperti dokter, hanya mampu membenarkan pasien dan hanya pasien yang dapat membuktikan kebenaran pasien lainnya.

Hanya pasien yang tahu pasien
Hanya Wali yang tahu Wali
Hanya Tuhan yang tahu Tuhan
Seorang dokter atau seorang ahli hanya mampu melakukan Pembenaran, dan bukan Pembuktian. Oleh karena itu yang mereka miliki hanyalah Keyakinan dan Kepercayaan dan bukan Kepastian
Demikian pula di dalam Kebenaran Spiritual, pengalaman religius atau pengalaman spiritual seseorang, adalah Kebenaran yang Nyata yang tidak membutuhkan pembenaran dan pembuktian baginya.

Oleh karena itu tidaklah berhak dan sangat bodoh sekali, jika orang lain atau bahkan seorang ahli agama atau bahkan sebuah lembaga agama, menuntut sipenikmat yang memiliki pengalaman spiritual untuk membuktikan Kebenarannya.
Apa yang dialami penikmat adalah Kenyataan yang sangat dalam dan padat, dan bagaimana mungkin ia dapat mengungkapkannya ke dalam bahasa kata-kata, yang penuh keterbatasan dan multi makna?
Sekalipun dapat mengatakannya, maka Kenyataan yang dialaminya akan dianggap hanya sebagai pernyataan belaka, yang memiliki nilai dualitas.

Seorang ahli agama atau bahkan sebuah lembaga riset agama sekalipun, tidak akan pernah dapat membuktikan Kebenaran penikmat mengenai pengalaman spiritualnya.
Kitab Suci hanyalah memberikan sedikit bantuan untuk melakukan pembenaran dan bukan pembuktian.

Sebagaimana bagi seorang dokter, stetoskop dan teori kedokteran, hanyalah sekedar memberikan bantuan untuk sebuah pembenaran dan bukan pembuktian.
Pembuktian hanya bisa terjadi jika dokter menjadi pasien bagi dirinya.
Inilah Kebenaran Suprasubyektif.

Pembenaran yang berhasil dicapai seorang dokter, seorang ahli agama atau pengamat, hanya dapat memberikan suatu keyakinan saja, dan bukan sebuah kepastian.
Kepastian hanya ada pada pasien atau penikmat.

Kemudian yang mengherankan lagi adalah dengan keyakinan itu sering seorang ahli agama atau bahkan sebuah lembaga agama, berani dengan kata-kata pasti menyesatkan keyakinan orang lain baik seagama maupun lain agama.
Bagaimana mungkin suatu keyakinan berani menyesatkan keyakinan lain, apalagi suatu kepastian penikmat, sedangkan kebenaran keyakinannya sendiri, belum bisa dibuktikan sebagai sebuah kepastian bagi dirinya ?

Seharusnya Kepastianlah yang berhak menentukan benar atau tidaknya suatu keyakinan.
Namun Kepastian tidak akan memberikan penilaian apapun terhadap keyakinan-keyakinan yang ada, yang berbeda. Karena sudah jelas semuanya, Kepastian adalah kenyataan, sedangkan Keyakinan adalah Pernyataan. Keyakinan adalah sebuah proses silogistik yang terjadi di dalam suatu pemikiran.

Sebagaimana keyakinan Ibrahim yang terus berproses menaik,
dimulai dari meyakini bintang sebagai Tuhan,sampai meragukan matahari sebagai Tuhan, karena Matahari selalu datang dan pergi.
Ibrahim mencari Kepastian sebagaimana keyakinan seorang teoritikus atomic,
yang meyakini bahwa atomlah yang diakui sebagai benda terkecil dalam Semesta.
Namun keyakinan ini menjadi pudar, ketika ditemukan lagi ada partikel yang lebih kecil yaitu electron.

Sejarah telah menyimpan data-data, bagaimana berani dan konyolnya sebuah keyakinan menghakimi keyakinan lainnya.
Lebih konyol lagi jika sebuah keyakinan menghakimi Kepastian sebagai Kesesatan, sebagaimana yang pernah dialami oleh seorang Copernikus dan Galileo Galiley ,
yang tidak dapat membela Kebenaran dirinya dihadapan Hakim-hakin agama,
dan membiarkan dirinya tersiksa, dari pada harus mengatakan bahwa Kepastiannya yang menyatakan bahwa bumi itu bulat dan mataharilah yang menjadi pusat gerak bumi, sebagai pernyataan yang salah dan sesat.
Copernikus hanyalah satu diantara sekian juta manusia, yang memiliki Kepastian yang menjadi korban kesesatan orang-orang yang hanya memiliki keyakinan saja.
Lebih tepatnya kefanatikan.

========================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar